Sabtu, 20 Oktober 2012

aku dan saudara kembarku

Aku dan saudara perempuanku, ia bernama Risti. Ia bukan hanya saudara perempuanku, tetapi merupakan sebagian dari belahan tubuhku tatkala kami dilahirkan dengan jarak waktu enam menit saja. Aku dan Risti adalah saudara kembar identik dimana hampir semua yang ada pada bagian tubuh kami memiliki kesamaan yang sulit dibedakan. Sama dalam fisik bukan berarti sama dalam segala hal. Kenyataanya sifat kami terkadang jauh berbeda, Risti adalah tipe gadis yang lebih suka terbuka secara frontal sedangkan aku cenderung tertutup dan sulit untuk mengungkapkan sesuatu secara terbuka. Dalam hal karir, entah mengapa ia bisa lebih sukses dari aku.

Aku dan Risti memang bekerja di bidang yang berbeda, ia lebih menyukai design graphis dan bekerja disalah satu perusahaan advertising ternama di Indonesia. Sedangkan aku lebih memilih menjadi seorang wartawan dan menghabiskan hari-hariku bekerja di luar kantor tak peduli siang ataupun malam. tapi terus terang saja, karier Risti dua kali lebih cepat menanjak dibandingkan aku. Dia sudah mempunyai lima kartu kredit berjajar di dompetnya, sedangkan aku hanya punya dua itupun annual fee.


Yahh ironis sekali terkadang, dan sekarang aku bukan lagi mempermasalahkan kesuksesan dan kelebihan saudara kembarku sendiri, melainkan persoalan cowok yang bisa dikatakan lebih mendidihkan emosi serta kesakitan hatiku padanya. Bukan karena Risti tidak tahu menahu tentang perasaanku pada Rayyan, untuk kedua kalinya dalam hidupku aku mengatakan yang sejujurnya dan berani terbuka padanya bahwa aku sangat mengagumi Rayyan, seorang pria sekaligus rekan kerja Risti yang pernah ia kenalkan kepadaku tiga bulan lalu.


Aku seolah merasa bahwa pria itu adalah takdirku untuk menjadi pasangan hidupku kelak, aku menyukai wajah tampannya, aku menyukai tutur katanya yang lembut dan bijaksana, aku suka… aku suka segalanya yang ada pada Rayyan, sampai-sampai sulit menjelaskan bagaimana perasaanku terhadapnya. Setiap kali ia datang kerumah bersama Risti, mendengarkan ia berbicara dan mengobrol bersamaku membuatku hampir kehilangan kata-kata, aku jadi seperti anak autis yang hanya menjawab bila di tanya, menunduk setiap kali Rayyan melihat mataku. Tapi benar-benar, ini perasaan luar biasa yang pernah aku rasakan, aku seolah membabi buta ketika menyadari bahwa Rayyan sepertinya tidak menyukaiku namun lebih menyukai Risti. Aku sering memergoki mereka ngobrol lewat telfon, jalan berdua dan mereka begitu dekat.


Gila! Padahal Risti sudah punya Bagas dan pria mana lagi yang harus ia kencani. Jika aku sudah nekad, barangkali aku akan mengatakan semuanya kepada Bagas tentang kedekatan Risti dengan Rayyan, karena aku ingin tahu seberapa besar reaksi Bagas terhadap ini semua.


Ini hari minggu. Aku tahu bi Weih pasti akan membuatkan makanan untukku dan Risti seperti biasa, setidaknya gorengan. Tidak ada peran ibu dirumah ini, karena sejak dua tahun yang lalu mama memutuskan untuk bekerja di Malaysia dan membuka butik produk Indonesia, entah kenapa, padahal kami sudah mati-matian mencegah mama untuk bekerja di Negara Melayu yang hubungannya cenderung tidak bersahabat dengan Indonesia. Tapi itu sudah menjadi pilihannya, untuk meninggalkan kedua anak gadisnya menjalani hidup di Jakarta hanya dengan seorang perempuan setengah baya yang dengan sangat baik hatinya mengurusi kami.


“Mana goreng pisang Rasti, bi?” tanyaku pada bibi Weih yang sedang sibuk memotong rapi kue lapis.


“Kali ini kue lapis ya,mbak Ras… mbak Risti tadi yang minta katanya untuk tamunya.”


Aku sedikit manyun, tapi tak apalah tak semestinya memang kesukaanku yang harus dituruti bi Weih. “Memang siapa tamunya, bi?”


“mas Rayyan. Tuh lagi ngobrol di teras depan.”


Aku mendadak mendelikkan mata, hatiku meluap gembira lantas melesat cepat ke arah teras, aku tidak pernah lupa merapikan rambutku yang sedikit berantakkan lalu menyambut hangat Rayyan dengan senyuman termanis. Mumpung tidak ada Risti, pikirku.


“Udah siap, Ris?” Tanya Rayyan.


“Ya ampun Rayyan… aku Rasti bukan Risti, masa belum hafal juga sih?” ujarku mengkoreksi sambil duduk di kursi kosong tepat dihadapannya. Paling tidak ini kesempatanku untuk bisa memandanginya lebih dekat.


Ia meringis senyum lantas tertawa kecil “oh, maaf… sumpah sampai sekarang aku sulit membedakan kalian berdua.”


“Gak apa-apa, aku maklum kok.” Kataku berbaik hati. “mmm.. memangnya kalian berdua mau pergi kemana?”


“Ada urusan sebentar. Kamu sendiri? Hari minggu gak pergi kemana-mana?”


“Enggak, lagi gak ada temen yang bisa diajak keluar, biasalah tanggal tua.” Rayyanpun tertawa, dan obrolan kamipun berlanjut panjang sampai bi Weih berhasil menghidangkan kue lapisnya untuk Rayyan. Namun lima belas menit kemudian giliran Risti muncul di balik pintu dengan dandanan mempesonanya.


Saat ia tersenyum pada Rayyan dan mengajaknya pergi, aku seolah melihat pelacur di dalam diri Risti, kenapa sih ia tidak bisa sebentar saja membiarkanku senang?


“Ras, aku pergi dulu ya sama Rayyan ada urusan sebentar, entar sebelum maghrib juga udah balik.”


Dan merekapun pergi, sedangkan Rayyan hanya meninggalkan senyum terindahnya untukku. Setidaknya hanya itulah yang bisa membuat hatku menjadi sedikit dingin.


***


Mendesahkan nafas adalah satu-satunya cara yang bisa aku lakukan untuk bersabar. Ya… mungkin aku harus belajar mengalah dan ikhlas pada adik perempuanku, kalaupun ia lebih menyukai Rayyan, bagaimanapun caranya aku harus bisa menerima itu semua. Aku melamun sejenak, memandangi PS3. Aku rindu saat-saat seru dimana aku dan Risti memainkan game Atelier Meruru. namun seketika lamunanku buyar tatkala mendengar telfon di ruang tengah berdering tak henti-henti. Akupun dengan berat hati menjawabnya.


“Hallo? Oh.. Rayyan, ada apa yan?” tanyaku sedikit terkejut setelah tahu bahwa ada suara pria itu lagi dibalik telfon sana. Tapi sayangnya, ia menelfon untuk Risti dan bertanya mengenai janji mereka untuk pergi keluar. Sambil mendesahkan nafas, akupun terpaksa ke kamar Risti untuk menyerahkan telfon.


Risti ada di atas kasurnya, duduk dengan menyelonjorkan kaki seperti orang tak berdaya. “Rayyan telfon, Ris!” ujarku sambil menyerahkan telfon itu.


“Rayyan?” Wajahnya menampakkan raut kebingungan, nafasnya naik turun tak teratur, sepertinya penyakit sesak nafasnya kambuh lagi, tapi ia berusaha untuk bisa bernafas dengan baik. Aku masih tetap berada disitu mendengarkan percakapan mereka lewat telfon meskipun aku tidak bisa mendengar suara Rayyan. Tapi barusan saja ku dengar Risti menyetujui rencana kencannya lantas menyudahi pembicaraan.


“Risti, asmamu kambuh lagi?” tanyaku cemas, sungguh aku tidak tega melihat wajahnya yang sangat pucat itu. “sebaiknya kamu gak usah pergi, nanti tambah parah. Ini pasti karena akhir-akhir ini kerja lembur terus makanya kambuh, harusnya kamu jaga kesehatan kamu donk.” Aku mengomel seperti ibu guru yang sedang menghukum siswanya.


“Udah, aku enggak apa-apa kok, aku Cuma butuh bantuan kamu.” Pintanya, akupun duduk di sampingnya untuk mendengarkan. “kamu maukan menggantikan aku buat ketemu sama Rayyan?”


“HAHH!!” aku terkejut, ini ide gila pikirku. “mana mungkin, Ris! Masa aku yang pergi.”


“Tolong, Ras aku gak bisa pergi dalam keadaan seperti ini, untuk kali ini saja kumohon.”


“Tapi bagaimana nanti kalau Rayyan tahu aku bukan kamu, dia pasti akan sangat kecewa dan, apa lagi aku, aku pasti malu.”


Risti menarik nafasnya kesulitan, bagaimana bisa wajahnya semakin pucat seperti itu. “Enggak, Ras! Rayyan gak akan tahu, percayalah”


Aku berpikir keras, aku sangat ingin membantunya tapi disisi lain aku tidak tega meninggalkan Risti dalam keadaan seperti ini, meski beberapa hari ini hubunganku dengan Risti tidak begitu baik, tapi aku tetap mencemaskannya. Sejak dulu Risti memang sering sakit-sakitan, tubuhya lebih lemah daripada aku. Tapi sepertinya ini adalah permintaan yang sangat serius, akhirnya mau tidak mau akupun menyetujui keinginannya.


Pukul delapan malam, akhirnya dengan sangat berat hati aku pun pergi ke café tempat dimana Risti memberi tahuku akan pertemuanku dengan Rayyan. Sisi positifnya hanya pada poin dimana aku bisa bertemu dengan Rayyan, tapi seharusnya tidak sebagai Risti, tapi Rasti.


Kulihat Rayyan telah duduk di meja nomor 21, duduk rapi dengan setelan kemeja dan jacket kulit mahalnya. Subhanalloh… dia sungguh tampan. Sumpah mati jantungku berdegup kencang sampai-sampai tenggorokanku seolah tersumbat. Aku gugup, sangat gugup. Namun kuberanikan diri untuk menghampirinya, sembari memastikan bahwa gaun pilihanku ini telah membantuku untuk tampil sempurna,


“Hai Ray, udah nunggu lama?” tanyaku. Dan iapun berdiri sambil tersenyum, ya Allah… senyum itu lagi. Untung aku sudah berpegangan pada kursi, kalau tidak mungkin aku sudah jatuh terkulai akibat senyum si tampan itu.


“Rasti, kamu cantik sekali malam ini.” Serasa sapaan itu membuatku kaget kepalang tanggung. Belum apa-apa Rayyan sudah tahu kalau aku bukan Risti.


“Aku Risti, Ray… bukan Rasti” sangkalku, tapi ia malah tertawa.


“Aku sudah tahu kamu Rasti, ini semua adalah rencana Risti supaya aku bisa bertemu denganmu. Anggap saja sebagai kejutan.”


Aku jadi merasa seperti orang tolol yang tak tahu apa-apa. Mengapa Rsiti menyuruhku melakukan ini, ku akui ia telah berhasil mengelabuiku dengan pura-pura sakit agar aku bisa menurunkan belas kasihan terhadapnya dan menyetujui rencana tololnya ini. Gila saja, kali ini aku benar-benar marah padanya.


Tapi tidak secepat itu, Rayyan menjelaskan semuanya. Tentang perasaannya yang selama ini ia sembunyikan kepadaku, bahwa ia tak punya keberanian untuk mengatakan bahwa ia juga sangat menyukaiku, bukan menyukai Risti. Ia bercerita tentang alasan kenapa ia sering menelfon Risti dan pergi bersama, ternyata hanya karena ia ingin tahu lebih dalam tentangku. Aku terdiam mendengar semua itu, dan sama sekali tak bisa berkata apa- apa saat Rayyan menyatakan cinta padaku. Dengan tutur lembutnya yang membuatku hampir melayang dan sama sekali tak bisa menolak niatnya untuk menjadikanku kekasihnya


Aku telah salah, menilai Risti. Seharusnya aku tidak bersikap dingin terhadap saudara perempuanku, ia telah melakukan banyak hal untukku terutama soal Rayyan. Saat aku pulang nanti aku pasti akan sangat berterima kasih dan meminta maaf pada Risti, karna Ristilah aku dapat menghabiskan malamku bersama Rayyan dengan sangat behagia. Rayyan mengajakku nonton bioskop jam midnight, aku sampai lupa waktu sangking bahagianya. Seakan lupa pada semuanya, lupa pada jam yang telah menunjukkan hampir pagi. Saat Rayyan mengantarku pulang, aku terlalu mengantuk sampai tak menyadari tubuhku tertidur di sofa.


“Mbak Rasti bangun mbak!” bi Weih berusaha membangunkanku, akupun terpaksa membuka mata dan bangkit saat menyadari hari ternyata sudah sangat cerah.


“Bibi?! Maaf aku ketiduran di sofa, Risti mana?” tanyaku masih dengan wajah linglung.


“Itu dia yang mau bibi kasih tahu, tadi malam mbak Risti masuk rumah sakit.”


“Apa!!” aku sangat terkejut dengan kabar barusan. “Risti masuk rumah sakit? Kenapa bibi gak kasih tau Rasti dari tadi malam? Memangnya dia kenapa”


“Tadi malam mbak Ris pingsan hampir kehilangan nafas mbak, kata dokter penyakit jantung bawaanya kambuh lagi, mbak Risti sendiri yang gak mengizinkan bibi buat telfon mbak Rasti, dia bilang nanti saja kalau mbak Ras udah pulang, takut ganggu mbak Ras katanya.”


Ya Tuhan… sebegitu pedulinya Risti kepadaku. Disaat-saat ia sekarat seperti itu, masih saja memikirkan kebahagiaanku. Seharusnya aku tidak meninggalkannya, seharusnya kau bisa lebih menjaganya dan tidak mementingkan kebahagiaanku semata hanya karena laki-laki. Aku telah salah mengira kalau dia hanya sakit pura-pura. Aku telah dua puluh dua tahun hidup bersama dengan Risti, barangkali ini salahku karena tidak menjaganya dengan sangat hati-hati, malah mencemoohnya dan bersikap tidak mau tahu. Aku mengutuk diriku sendiri, menangis sejadinya dengan penyesalan selama kakiku tanpa lelah menembus koridor rumah sakit.


Kulihat Bagas duduk di kursi tunggu merenung, kemudian menatapku penuh heran. Ternyata ia telah mendahuluiku. Tak peduli lagi, aku masuk kedalam. Saat mendapati Risti terbaring lemah tak berdaya aku semakin menangis tak terhenti, kuraih tangannya yang dingin dan kulihat sekujur tubuhnya yang tak bergerak sama sekali. Lewat sentuhan itu, aku bisa merasakan bagaimana rasa sakit itu sangat membuatnya menderita. Selang oksigen yang menancap dihidungnya, infuse yang menembus lengannya dan rasa sakit di dadanya itu, aku ingin berbagi denganmu Ris…


“Bangun Ris, aku disini.” Suaraku lirih membangunkannya, tersenyum aku ketika melihat Risti akhirnya membuka mata dan menoleh kearahku untuk menunjukkan senyum kecilnya.


“Rasti, kamu udah pulang?” aku senang mendengar suaranya yang sangat teduh, tak kusangka ia masih sempat bertanya seperti itu kepadaku.


“Iya, Ris.. kamu jahat, kenapa gak kasih tahu aku kalau kamu sakit? Seharusnya aku bisa menjaga kamu.”


“Hey, jangan menangis, aku Cuma gak mau ganggu kencan pertama kamu.”


Air mtaku keluar lagi, ku belai rambut Risti dengan penuh kasih sayang. “Gak adil, Ris. Kamu kesakitan disini sedangkan aku bersenang-senang diluar sana.” Ya Tuhan aku tak tahu harus bagaiman mengatur suaraku agar bisa berbicara seolah-olah aku kuat, karena sesunguhnya aku juga lemah apabila melihat Risti menderita.


“aku minta maaf selama ini telah menyangkamu yang macam-macam, aku sayang sama kamu. Kita dilahirkan sama, susah senangpun kita harus bersama.” Suaraku gemetar, kugenggam kuat-kuat tangan Risti yang masih dingin. “mulai sekarang aku janji gak akan mengecewakanmu dan akan melakukan apapun untukmu asalkan kamu bisa sembuh,Ris...” Aku menarik nafas, lantas tersenyum padanya.


“kalau kamu sudah sembuh dan pulang kerumah, kita akan bermain Atelier Meruru lagi.” iapun tersenyum kepadaku lalu tertidur dalam penjagaa

Kasih sayang seorang ayah

Seperti biasanya, sepulang dari sekolah, Bela mengajak beberapa temannya untuk mampir ke rumahnya. Mereka pun langsung masuk ke dalam kamar Bella tanpa menemui Ayah Bela yang sedang terbaring lemas di ranjang. Lalu, Bella memilih kaset dan memasukkannya ke dalam tape radio serta menyetelnya dengan suara yang cukup keras. Mereka sangat menikmati musik tersebut tanpa mempedulikan ayah Bella yang sedang sakit. Karena tak tahan dengan kelakuan Bella dan teman-temanya, Ganis, kakak Bella pun keluar dari kamar ayahnya dan menuju ke kamar adiknya itu. Pintu kamar yang tak terkunci itu pun langsung didorongnya dengan wajah kesal.



“Bella!! Kecilin suara musiknya dong!! Ayah kan lagi sakit! Sudah pulang enggak salaman dulu sama ayah, sekarang kamu malah buat kegaduhan!”, bentak Ganis.



"Dia itu bukan ayah kita, kak! Lagi pula, dia aja enggak protes, kok malah kakak sich yang protes!?”, sahut Bella melawan bentakan Ganis.



"Kakak tahu! Dia memang bukan ayah kandung kita, tapi dia sudah lama tinggal sama kita dan berusaha untuk menjadi ayah tiri yang baik. Jadi, kamu harus menghormati dia juga dong Bel!!", kata Ganis menasehati adiknya.



"Ayah kamu lagi sakit, Bel? Pantasan, tadi dia enggak ngajar matematika. Kok, kamu enggak bilang sich Bel?! Kita jenguk ayah kamu aja yuk!?", sela seorang teman Bella.



"Jenguk aja sendiri!!", tolak Bella langsung mengusir teman-temannya dan mengunci rapat pintu kamarnya.



"Bella!! Kamu kok gitu sich!? Jangan egois dong!!", tambah teman Bella yang lainnya.



"Biarin aja! Udah sana, kalian jenguk aja tuh guru kesayangan kalian! Aku mau sendirian aja di kamar!!", bentak Bella.



Tak terdengar balasan dari balik pintu kamar Bella yang terkunci. Ganis beserta teman-teman Bella pun berjalan menuju kamar ayah tanpa mempedulikan Bella.



Pukul 20.00 WIB, waktunya makan malam bersama di rumah Bella. Namun, Bella enggan keluar dari kamarnya. Sudang dipanggil berkali-kali, ia tetap saja mengurung diri di kamarnya. Ini memang sudah menjadi kejadian yang lumrah di rumah Bella. Semenjak ayah kandungnya meninggal meninggal dunia dan digantikan oleh ayah tirinya dua tahun yang lalu, sikap dan sifat Bella menjadi berubah. Ia tak mau mengganggap ayah tirinya sebagai ayah, apalagi untuk memanggil "Ayah", terasa ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya. Padahal, ayah tirinya bukan monster seperti yang ada di televisi-televisi. Ayah tirinya termasuk orang yang baik dan sabar dalam menghadapi tingkah laku Bella.



"Kok, enggak dimakan Yah?”, tanya Ganis yang mendapati ayahnya sedang termenung meratapi makanan yang ada di piring.



"Ayah mau nunggu Bella, Nis", jawab ayah dengan suara parau. “Bella enggak akan keluar Yah! Udah, ayah makan duluan aja ya?! Nanti, kalau dia udah mulai kelaparan juga keluar sendiri”.



“Iya, ayah makan aja duluan. Biar cepat sembuh. Nanti, makanan Bella biar bunda yang antar ke kamarnya”, tambah bunda.



Mereka pun melahap santapan makan malam tanpa kehadiran Bella. Seusai makan malam, bunda mengantar makanan ke kamar Bella.



“Bella . . . ini bunda antarkan makan malam kamu. Kamu pasti sudah laparkan?”. Tak terdengar sedikit jawabanpun dari mulut Bella.



Aku ambil makanannya enggak ya?? Malas akh!! Nanti aku ambil sendiri aja di ruang makan. Pokoknya, kalau aku lagi marah, enggak boleh tanggung-tanggung, harus seharian. Kalau perlu sampai besok! Biar om-om itu nyadar, kalau kehadirannya di sini cuma ngerepotin keluarga aku.



“Bella!?”, seru bunda.

“Aku udah kenyang bun! Aku enggak mau makan!”.

“Ya sudah”, sahut bunda singkat.



Sekitar tengah malam, perut Bella mulai keroncongan. Bella pun mengendap-endap keluar dari kamarnya menuju ke ruang makan. Dibukanya tudung saji yang tertutup rapi, namun hanya terdapat nasi dan telur dadar.



“Lauknya kok cuma telur dadar sich? Bunda enggak masak atau lauk yang lainnya udah pada habis . . .?!”, tanya Bella pada dirinya sendiri.



“Kamu lapar juga, Bel!?”, kaget bunda dari belakang. “Udah enggak!! Habis, lauknya cuma telur dadar sich!!”. “Bunda tadi enggak sempat masak, Bel. Soalnya, bunda harus jagain ayah kamu. Tadi, suhu tubuhnya tinggi lagi. Lagi pula, uang bunda sudah tinggal sedikit”, ujar bunda.



“Dia lagi-dia lagi!! Heran ya, kok pada ngebelain dia semua sich?! Dipelet kali ya!!?? Lagian, sakit-sakitan terus sich!! Jadinya ngabisin uang bunda dech! Kalau jadi guru honorer tuh, harus rajin ngajar! Jangan tiduran mulu!!”, ejek Bella.



“Bella!! Kalau ngomong tuh dipikir-pikir dulu ya!? Jangan asal nyeplos aja!!”, bentak bunda.



Bella pun berlari meninggalkan bundanya menuju kamar dan membanting pintu kamarnya dengan sekuat tenaga. Bunda sudah tidak tahu harus bagaimana lagi menasehati putri bungsunya itu. Seisi rumahpun terkejut mendengarnya. Ganis langsung keluar dari kamar dan menghampiri bunda. Bunda menangis dalam dekapan Ganis.



“Udah, bunda jangan nagis lagi ya . . . ?! Bunda kan tahu sendiri bagaimana sikap Bella sekarang ini. Dia udah enggak seramah dulu lagi. Berubah drastis bun . . .”, kata Ganis.



Bunda melepas dekapan itu. “Ya sudah, bunda mau mengecek kondisi ayah kamu lagi ya . . .?!”.

"Iya"

Kemudian, bunda dan Ganis pun kembali ke kamarnya masing-masing.



“Bella marah-marah lagi ya, Bun? Pasti gara-gara ayah. Saya memang bukan ayah yang baik buat Bella. Saya sudah merepotkan kamu. Besok, saya akan mengajar lagi. Saya tidak mau kalau gaji kamu habis untuk membeli obat saya”, kata ayah dengan suara pelan.



“Ayah enggak boleh bilang kayak gitu. Lebih baik ayah istirahat dulu, mengajarnya cuti saja”. “Besok saya tetap akan mengajar”, kata ayah mantap.



Tiga hari sudah, ayah tidak mengajar matematika di SMU di mana Bella bersekolah. Setelah kejadian semalam, ayah pun memaksakan diri untuk pergi mengajar, walau kondisi kesehatannya belum pulih benar, saat mengajar di kelas Bella, Bella menunjukkan paras yang tidak senang atas kehadiran ayah tirinya itu. Bella memang tak pernah memperhatikan ayahnya ketika menjelaskan pelajaran. Sepulang sekolah, Bella mencoba menyetir mobil milik temannya di jalan yang cukup sepi. Kerena belum terbiasa menyetir mobil, pandangan mata Bella kurang fokus ke depan. Tiba-tiba ada seorang bapak sedang melintas menggunakan sepeda motor butut. Bella yang menyetir sambil berbicang-bincang dengan teman-temannya itu, tiba-tiba hilang kendali dan akhirnya,



PLASH..... sepeda motor itu ditabraknya. Bella dan teman-teman pun keluar dari dalam mobil. Mulut Bella bagai gawang yang kebobolan bola. Ia terkejut, ternyata orang yang ditabraknya tak lain adalah ayah tirinya sendiri. Bella panik bukan main dan langsung melarikan diri.



"Bella!! Dia ayah kamu! Kamu harus bawa dia ke rumah sakit, Bel!!”, teriak salah seorang teman Bella.



“Aku takut!! Nanti kalau aku ditangkap polisi gimana?!”.



“Bel, kamu harus tanggung jawab dong! Dia itu ayah kamu, Bel!! Kamu enggak akan ditangkap polisi kalau kamu bawa dia ke rumah sakit!”.



“Dia bukan ayah aku!! Aku enggak mau bawa dia ke rumah sakit!”, tolak Bella.



“Dia emang bukan ayah kandung kamu! Tapi dia tetap ayah yang harus kamu sayangi, Bel . . . Dia mungkin juga bukan ayah yang terbaik bagi kamu, pti dia udah berusaha untuk menjadi yang terbaik buat kamu dan keluarga kamu! Kami ngeliat ketulusan dari mata dia kok, Bel! Kalau beliau itu sayang sama kamu. Dia ayah kamu! Dan dia juga guru kita! Kalau dia enggak tertolong lagi, kita enggak bisa ngerasain enaknya belajar matematika lagi, Bel! Sadar dong Bel!!”, nasehat temannya.



Mendengar nasehat temannya itu, hati Bella luluh. Di lubuk hatinya yang terdalam, di memori pikirannya yang jauh, Bella memikirkan kebaikan ayah tirinya itu. Dari kesabarannya, kebaikannya, keikhlasannya, dan ketabahannya dalam menghadapi Bella. Dengan cpat, Bella dan teman-temannya membawa ayah ke rumah sakit terdekat. Bella langsung menghubungi bunda dan kakaknya. Bunda, Bella, Ganis, dan teman-teman Bella khawatir dengan keadaan pasien itu. Dokter pun langsung menangani ayah dengan serius. Beberapa jam kemudian, dokter keluar dari ruangan untuk memberitahu keadaan ayah. Dan ayah pun sudah tersadar. Mereka semua masuk ke dalam ruangan untuk menjenguk ayah. Bella berlari dan memeluk hangat tubuh ringkih ayahnya seraya meneteskan air mata yang sempat tertahan di bola mata indahnya.



“Maafin Bella ya, Yah!? Bella enggak sengaja nabrak ayah”, jujur Bella.



Bellla yang awalnya tidak mau bercerita dengan keluarganya, akhirnya menceritakan kejadian yang sebenarnya. Awalnya, bunda ingin mengusir Bella, namun ayah mencegahnya.



“Bel, ayah senang . . . kamu sudah bisa panggil saya ayah. Ayah ikhlas ditabrak kamu, asalkan akhirnya kamu bisa menerima dan panggil saya dengan sebutan ayah”. Sebegitu besarnya pengharapan ayah kepadaku!? Aku emang jahat banget ya!? kata Bella dalam lubuk hatinya.



“Ayah harus lekas sembuh, ya!? Biar bisa ngajar matematika lagi”.

“Iya, nak . . .”.



Bella seperti tak ingin lepas dari pelukan ayahnya itu,. Bunda dan Ganis pun memeluk ayah dan Bella. Tak lama berpelukan, Bella pun melepaskan diri dari dekapan keluarganya itu.



“Bella janji, Bella akan panggil ayah sekarang dan sampai kapan pun juga. Aku udah lama enggak ngucapin kata ayah. Aku kangen sama sosok seorang ayah. Maafin Bella ya, Yah!?”.



“Kamu enggak perlu minta maaf. Ayah sayang sama kalian. Ayah akan berusaha untuk menjadi seorang ayah yang terbaik buat keluarga ini, khususnya untuk kamu dan kakak kamu. Walau mungkin, ayah enggak akan pernah bisa untuk menggantikan ayah kandung kalian”. Bella dan Ganis menjabat erat tangan ayahnya.



“Bella sayang sama ayah. Maafin Bella, Yah!?”, ucap Bella sekali lagi.

“Kami juga sayang sama pak guru!! Hehehehehe . . .”, tambah teman-teman Bella.



Ayah dan bunda hanya tersenyum lega. Akhirnya, Bella tersadar juga, bahwa betapa sabarnya sang ayah untuk menantinya menyambut ayah tirinya. Sekarang dan seterusnya, Bella akan memanggil “ayah” kepada ayah tirinya dan hidup bahagia bersama keluarganya. Wala memang, ayah itu bukan ayah kandungnya.



“Sekali lagi, maafin Bella, Yah!?!”.

Ceritacintagamers

Setya adalah seorang anak SMA yg demen main game, dan dia menghabiskan
waktunya untuk bermain game ayodance selama 6 jam perhari, dan hingga
suatu saat dia ketemu ama cewe namanya Arin di game tersebut waktu demi
waktu dan akhirnya mereka janjian untuk bertemu, Arin tinggal di Bandung
sedangkan Setya tinggal di Jakarta, Arin sebenernya sudah ada cowo juga
di Bandung, tetapi si Setya ga tau soalnya dirahasiain.. hingga pada
suatu saat,

Setya: “Rin aku mo ke Bandung di liburan ini, tapi kapannya masih ga pasti, alamat rumahmu masih sama kan?”

Arin : “iya, tapi tolong kalo bisa kasih tau yah, soalnya biar aku bisa jemput kamu atau bisa nyambut kamu dulu… “

Setya: “ah seruan surprise lah, ya uda nanti aku hubungi lagi.. “

Dan akhirnya liburan pun tiba, setya dengan semangat 45 pergi ke
Bandung dengan motornya, dan kerumahnya Arin pas hari itu hari Sabtu,
saat tiba disana, dia melihat mobil sedan yg lumayan bagus parkir
didepan rumahnya Arin, dia gak jadi mampir dulu, tapi muter lagi ke
Bandung buat beli setangkai bunga mawar… setelah beli dan sampai
dirumahnya Arin lagi, ternyata mobil itu masih parkir didepan rumahnya,
dia pikir “ah, temen ortunya kali… cuek ah gw dah kangen” dan pas Setya
masuk dihalaman, terlihat Arin dengan seorang cowo sedang bercanda
mesra… saat melihat itu tangan setya yg baru bawa bunga bergetar…
tubuhnya serasa berhenti berjalan… dan tiba-tiba Arin melihat kearah
halaman.. dan dia juga kaget, Setya menarik nafas panjang… dan dia
langkahkan mendekati berenda tamu depan rumah Arin, dengan modal senyum…

Setya: “Sore rin, maaf mengganggu, tapi aku bawa bunga untukmu… surprise….”

Arin: …….

Cowo laen : “Heiii kamu sapa hah? kasih kasih bunga ama cw gw? senyum2 lagi… mo gw tonjok lo?”

Setya: “Ow ini cowomu ya? ~senyum~ arin: … rez kenalin ini setya
temenku maen game cowo laen : oww temen game ayodance itu ya? gitu aja
ngasih2 bunga, jangan ngarap lu”

Setya : “Maaf, ……….. ~senyum~ klo gitu aku pulang dulu ya rin…”

Hati Setya langsung terpuruk habis…. dan dia balik ke Jakarta dengan
perasan yg benar-benar gak menentu, dan ditengah jalan Arin menelpon,
tapi Setya gak mau angkat hingga akhirnya pas Setya dirumah, Arin telp
lagi lewat hpnya, dan Setya pun angkat

Arin : “Maafin Arin ya
gak crita, tadi cowoku, tapi aku ga begitu suka dia, soalnya dia keras,
cuma aku sama kamu……. aku kenal dia duluan, tapi bukan berarti aku ingin
menyakitimu dengan gak kasih tau, justru aku takut menyakitimu… aku gak
ingin kehilangan kmu… selama hidupku cuma kamu yg selalu tersenyum
manis dan tulus buat ku”

Setya : “… Apakah kamu sayang aku?

Arin : “… Iyah akhirnya mereka balikan lagi, dan Setya cuek aja mau
Arin suka ama cowo itu apa ga yg jelas dia gak ke Bandung lagi.. hingga
suatu hari Setya di call gak pernah jawab.. hpnya mati, dan Arin mencari
di game Ayo dance gak ketemu-ketemu, akhirnya dia menerima telp penting
dari temenya setya.

Temen Setya : “Arin kamu bisa ke Jakarta ga?”

Arin : “Wah aku baru test semesteran nih”

Temen Setya: “Penting, si Setya di RS, dia meminta kamu dateng ke sini,
kalo perlu aku jemput, Setya sakit dan udah 5 hari ini dirawat di ICU
sini, aku telpon karena disuruh sama keluarga Setya, katanya “Setya
menunggu seseorang bernama Arin kamu tau ga dia sapa?” … trus aku jawab,
ya om saya tau nanti coba saya telp dia, saya ajak dia kesini”

Arin : “hahhhhh, Setya knapa? ada apa?

Temen Setya : “Gak tau, aku juga tau baru aja kok, aku kesana ya!”

Arin : “Gak usah alamat dan nama RS-nya apa? aku langsung kesana sekarang juga”

Dan saat itu juga Arin meninggalkan sekolah dan ke Jakarta dengan naik
taksi dia ambil duit tabunganya buat bayar taksi 1 jam kemudian sebelum
Arin tiba di Jakarta, tiba-tiba Bapaknya Arin telp.

Bokap : “Rin kamu dimana?”

Arin : “Temenku ada yg masuk di ICU pah..”

Bokap : “Temenmu? nanti sore kan bisa, papa antar juga bisa?”

Arin : “Aku dah dari tadi pagi ada perasaan ga enak dan saat denger kabar ini, aku langsung ke pergi”

Bokap : “Ya uda RS apa? …………. hah??? itu kan di Jakarta? kamu kesana
naik apa? papa kesana juga sekarang… kamu itu rin, sapa sih temenmu
sampai kamu belain gini?

Arin : “Dia satu-satunya temen yg
selalu bikin Arin tersenyum… temen special…, dan yg mengajari biar Arin
selalu tersenyum, hingga papa dan mama juga suka kalo liat Arin
tersenyum, uda yah pa aku tutup.. low bat”

Sampai di RS, Arin
langsung mencari ruang ICU, dan ternyata gak ada Setya, dia sudah
dipindahkan ke kamar biasa… “sukur Tuhan dia dah ga di ICU lagi,
terimakasih Tuhan” [slama perjalanan ke Jakarta Arin terus menerus
berdoa untuknya]

Dan saat kamarnya ditemukan, tampak beberapa orang berkumpul didepan kamarnya Setya, dan temanya Arin menyambut

Temen Setya: “Masuk rin, dah ditunggu Setya”

Terlihat saat memasuki kamar itu, banyak yg sedang meneteskan air mata,
wajah2 penuh kesedihan terlihat di muka keluarga Setya dan
teman-temannya.

Arin : “hai Setya…”

Setya : “maaf aku meminta kamu datang tiba-tiba” ~seyum~

Arin : “ga papa kok, kamu kok ga cerita sih kamu sakit apa?”

Setya : “cuma sakit biasa aja, aku ga cerita cuma gak ingin kamu khawatir.. kan baru semesteran khan?” ~senyum~

Arin : “ih kamu cerita ga akan bikin aku khawatir kok..” [sambil cubit]

Setya : “terus kabarmu gimana sekarang ? tadi kesini naik apa? eh kok
kmaren aku liat dompetmu gak ada fotoku sih?”Arin : “dasarrrrrrr dompet
gw di intip-intip……..”

Lalu mereka berdua ngobrol 1 jam, ngobrol hal2 yg biasa2 ajaHingga akhirnya

Setya : “rin, aku ingin kamu tau kalo aku sayang kamu, dan bahagia banget bisa kenal dan tau klo ternyata kamu sayang aku”

Arin : “kamu ngomong apaan sih… sapa yg sayang kamu ueee”

Setya : “pah… mah.. kak…”Bokap dan kakaknya Setya berdiri mendekat, masih dengan wajah yang penuh sedih

Setya : “rin tolong dunk kamu duduk di deketku, dan sangga kepalaku yah, moh pake bantal…”

Arin : “eh.. malu Setya… tapi ga papa cuma bentar aja kan?”

Setya : “iya… mo ngomong ama papa dan mama dan kakaku dan kamu juga”

Arin : “kamu knapa sih? jadi manja gini?”

Setya : “pah.. mah kakak……. klo aku pergi, jangan tangisi aku… karena
ini adalah hari terbahagiaku selama aku hidup, bisa bersama dengan
orang-orang yg sangat aku cintai, dan bisa berkumpul dengan kalian yg
begitu menyayangi aku juga… dan karena ada Arin … karena dia.. aku
sangat bahagia juga ma…”

Arin : “Setya…… [meneteskan air mata] kamu knapa? kok ngomong aneh?” [arin menggenggam tangan setya erat2]

Setya : “memang aku baru manja nih, boleh minta kecup didahiku ga
rin?”Arin : “… iya Arin mengecup dahinya pelan2 dan saat dia mengecup
Setya berkata dengan lirih…”

Setya : “Arin… aku ingin bilang
aku sayang kamu dan terimakasih kamu bisa datang dan membuat hari ini
adalah hari yg paling bahagia untuku.. dan ingat aku akan selalu ada
dihatimu.. karena kamu sayang ama aku…”

…. …. …

Pelan-pelan tubuh setya mulai melemas.. dan matanya menutup perlahan…
dan dia.. tersenyumSetya : “Aku.. sayang….. k a m u…. rin”
~seyum~…………………………

Arin : “… aku juga sayang kamu….”

Arin memeluk tubuh Setya

dan Setya menghembuskan nafas terakhirnya

Arin : “S e t y a….” [ucapnya lirih]

Setya meninggal dalam pelukan kekasihnya, Setya pergi dengan
meninggalkan wajah punuh kedamaian dan tersenyum, semua orang di kamar
itu gak bisa menangis tersedu-sedu.. bahkan mama dan papanya setya hanya
diam dan berlinangan air mata..

Setya telah pergi dengan bahagia… bagai mana bisa bersedih bila Setya merasa ini hari paling bahagia untuknya

Lalu mamanya Setya memelukArin dan bercerita kalau Setya kena kangker
pankreas stadium akhir, dan sudah mengidap selama 1 taon… seharusnya
menurut dokter dia masih bisa bertahan hingga 6 bulan lagi.. tapi
kemaren tiba-tiba Setya minta dipindahkan dikamar biasa aja.. dan
menunggu Arin… dia ingin habiskan waktu-waktu terakhirnya dengan orang2
yg dia cintai….

Paginya, saat pemakaman Setya, tampak
wajah-wajah yg bahagia bukan kesedihan… karena mereka semua mengerti,
kata-kata terakhir yg Setya ucapkan benar, Setya pergi dengan sangat
bahagia dan tak ada alasan apapun untuk bersedih karena kepergianya… dan
saat melihat isi peti mati terlihat wajah Setya yg damai dan
tersenyum..

Dan sorenya saat Mamanya Setya mempersilahkan Arin
untuk mengambil barang-barang Setya apapun yg bisa dia jadikan kenangan…
Arin menemukan sepucuk note, yg tertulis :

“Tuhan terimakasih
kamu sudah menemukanku dengan seorang bidadari bernama Arin, aku belum
pasti apakah dia mencintaiku apa ga, dia gak pernah menyimpan foto2ku,
tapi yg jelas aku amat sangat menyayanginya… dan walaupun kami terpisah
kota dan sepertinya dia juga mempunyai seseorang disana, tapu aku tetap
tulus menyayanginya dan aku yakin didalam hatinya dia juga menyayangiku…
aku bisa merasakanya Tuhan… aku akan selalu tersenyum untuknya…
selamanya hingga saat terakhirku pun aku pasti akan tetap tersenyum
untuknya… aku gak berharap agar Tuhan menyembuhkan penyakitku… asal aku
bisa melihat senyumanya Arin, dan tau klo dia juga benar2 menyayangiku..
aku kira itu cukup bagiku… aku hidup untuk mencari kebahagian… dan aku
sudah menemukan kebahagianku dalam Arin… bidadariku… terimakasih untuk
semuanya Tuhan”

Lalu arin tersenyum dengan meneteskan air mata… tanganya bergetar saat membaca note tersebut…

Arin : “Setya… aku sayang kamu… sejak kita bertemu dan kenalan dan
pertama kali melihat senyumu aku jatuh cinta padamu.. hanya saja aku gak
mau mengakuinya… dasar kamu bodoh… dompetku gak akan ada fotomu karena
aku selalu terbayang wajahmu yg sangat lugu dengan senyumanmu itu… hanya
senyumu yg bisa menghangatkan hari-hariku… senyummu setya… senyumu
sudah hidup dalam hatiku untuk slamanya…”Lalu Arin hanya terdiam dan
menangis berjam-jam dikamar Setya

2 bulan kemudian>Arin berdiri di depan makam setya lalu dia pun berlutut dan berkata

Arin : “ini setangkai mawar untukmu sayang… dan senyum dari kita semua

aku sayang kamu… slamanya” ~senyum~

Dulu kamu yang membuat ku tersenyum sekarang aku akan brusaha untuk
tersenyum! tak lama kemudian hujan pun turun arin pun bergegas meningal
kan pemakaman sebelum dia keluar dari areal pemakaman di lihat nya makam
Setya! antara sadar dan tidak sadar di lihat nya bayangan setya
tersenyum ke pada nyaSetya: “Tersenyum lah untuk ku dan untuk semua
orang! hanya senyum mu yang bisa membuat ku tenang di alam sana slamat
tingal priest ku sayang Arin.”

Jemput aku

"JEMPUT AKU "
Baca Dengan Hati

Jam 19:15 ditelpon

Cewe : sayang , aku udah plg, km jemput aku ya?

Cowo : km udah plg? Ko ga ngabarin sih? Aku ada acara sm temen sejam lagi ya.

Cewe : iya gpapa syg ,aku tungguin.

Cowo : lagian km plg kok ndadak sih, ga ngasi tau lg.

Cewe : maaf syg kakak lagi di kantor, mama lg sakit, lagipulakanpengen nya yg prtama kali aku liatitu km
, maaf kalo nyusahin km:(

Cowo : iya gpapa, tunggu 45menitlagi ya.

Cewe : hallo sayang, yah kok mati sih hapenya.
(Ngeliat hp nya terus bunyi , si cowo pun matiin hpnya)

Jam 22:00 setelah acara teman nya selesai si cowo pun langsung jmpt cewenya. Tp ga ketemu . Dia mengaktifkan hpnya ada 5 sms ygdiabaikan Si cowo menelfon cewenya dan hp nya sdh ga aktif lg.

"Kalo soal ga dijemput knp pake matiin hp sih"

Si cowo pun menuju kerumah cewenya namun tak ada org, dia pun ingin pulang namun, terhenti ketika ambulance dtg..

Kakak si cewe : kmn aja km bngst!, Adik ku di rampok, dia nungguin km , bukan nunggu kematiannya!
Berkali kali aku sms dia pulang , tapi dia tetep bersikeras nungguin km!
Kalo gini jadinya siapa yg kehilangan dia,bukan km! Tp kita
semua!

Si cowo pun hanya diam mematung tanpa suara , dia buka
sms dari si cewe :

20:25 sayang kok hp nya dimatiin?

20:30 sayang udah blm acaranya?

20:40 sayang ada yg merhatiin aku.

20:45 aku takut, km dmn syg?

20:50 ya uda aku plg sndiri, sbenernya aku plg cuma mau ngucapin happy anniversary buat hubungan kita,makanya gak mau dijemput siapapun. Makasih sayang buat waktu 2 tahun nya. I Love You. maafin aku syg.

Jaga apa yang kamu miliki skg . Sebelum akhirnya km nyesel krn dia udah nggak ada